10
Tokoh Yang Mempengaruhi Pemikiran Bung Karno
Tidak bisa dimungkiri, ketika berusaha mengembangkan
pemikirannya, Bung Karno banyak menyerap pemikiran tokoh-tokoh lain.
Kendati
demikian, ia selalu mengambil bagian-bagian yang dianggapnya relevan dalam penganut
eklektisisme.
Berikut
ini adalah 10 tokoh yang cukup banyak mempengaruhi pemikiran Bung Karno.
1. Karl Marx
Dalam
usia belasan tahun, saat mondok di rumah HOS Tjokroaminoto di Surabaya, ia
sudah mengenal Karl Marx. Selain itu, di rumah itu juga ia berkenalan dengan
Alimin dan Musso, yang memperkenalkan pada dirinya ajaran marxisme.
Pengaruh
Marx terhadap Bung Karno sangat besar. Di tahun 1933, Bung Karno menulis
artikel di Fikiran Ra’jat berjudul Memperingati 50 Tahun Wafatnya Karl Marx.
Di situ ia mengapresiasi kontribusi teoritik Marx dalam perjuangan klas pekerja
dan kaum terhisap. Bahkan, menurut Bung Karno, perkawinan antara marxisme dan
nasionalisme di dunia timur telah melahirkan nasionalisme yang baru.
Lalu,
dalam artikel Menjadi Pembantu Pemandangan: Bung Karno, oleh…Bung Karno
sendiri, yang dimuat di majalah Pemandangan, tahun 1941, Bung Karno mendaulat
marxisme sebagai teori yang paling kompeten dalam memecahkan soal-soal sejarah,
politik, dan sosial-kemasyarakatan. Tak hanya itu, Bung Karno juga mengakui,
bahwa berkat pengaruh marxisme dalam dirinya, ia menjadi seorang nasionalis
yang sangat anti-fasisme.
2.
Pieter Jelles Troelstra
Pieter
Jelles Troelstra adalah seorang tokoh sosialis dan gerakan buruh di Belanda. Di
tahun 1894, ia mendirikan Partai Pekerja Sosial Demokrat (SDAP). Troelstra
dikenal sebagai salah seorang pejuang hak pilih univerasal di Belanda. Di tahun
1918, karena terinspirasi oleh revolusi Rusia, Troelstra juga melancarkan
revolusi yang gagal.
Bung
Karno banyak melahap pidato dan buku-buku karya Troelstra, seperti Gedenkschriften
(memoir yang terdiri dari empat volume) dan De Sociaal-Democratie na de
oorlog (1921). Ia juga membaca terbitan-terbitan SDAP.
Dalam
pidato Indonesia Menggugat, Bung Karno banyak mengutip pemikiran
Troelstra. Misalnya, Troelstra menganjurkan agar kaum buruh tidak membatasi
perjuangannya di dalam parlemen, tetapi juga aksi-aksi langsung dari serikat
pekerja.
Saat
memberi amanat di hadapan Panca Tunggal seluruh Indonesia, di Istana Negara,
September 1966, Bung Karno mengutip Troelstra, bahwa bila ingin menumbangkan
kapitalisme, untuk mencapai sosialisme, kita harus mengadakan massa aksi,
menggerakkan kaum buruh untuk menentang dan berjuang sehebat-hebatnya.
Dari
Troelstra juga Bung Karno belajar soal imperialisme. Bagi Troelstra,
imperialisme berasal dari kapital besar, yang sebagian besar dikuasai oleh bank-bank,
yang mencari jalan keluar ke dunia ketiga guna mendapatkan outlet baru bagi
penanaman modal dan tenaga kerja murah.
3.
HOS Tjokroaminoto
Pada tahun 1916, Bung Karno berangkat untuk bersekolah di
Surabaya dan tinggal di rumah HOS Tjokroaminoto. Saat itu, Tjokro sudah menjadi
ketua Sarekat Islam (SI). Di rumah Tjokro-lah Bung Karno banyak menimba ilmu
tentang politik. “Aku menghirup lebih banyak lagi persoalan politik di rumah
pak Tjokro, dapur daripada nasionalisme,” kata Bung Karno.
Bung Karno sendiri menyebut Tjokro sebagai gurunya. “Secara
sadar atau tidak sadar ia menggemblengku. Aku duduk dekat kakinya dan
diberikannya kepadaku buku-bukunya,” kata Bung Karno dalam otobiografinya yang
ditulis Cindy Adams, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Pada jamannya, Tjokro dikenal sebagai ahli pidato.
Seringkali saat Tjokro menghadiri pertemuan atau rapat umum SI, Bung Karno-lah
yang menemaninya. Tak jarang, kalau Tjokro berhalangan, maka Bung Karno yang
jadi penggantinya.
4.
Tan Malaka
Di
bulan September 1945, Bung Karno bertemu dengan Tan Malaka di rumah DR
Soeharto, dokter pribadi Bung Karno. Ini merupakan pertemuan resmi pertama
diantara keduanya.
Dalam
pertemuan itu, Bung Karno bertanya tentang buku Massa Aksi karya Tan
Malaka. Buku Massa Aksi, yang ditulis oleh Tan Malaka di Singapura,
tahun 1926, memang sangat mempengaruhi Bung Karno.
Ketika
membangun PNI di tahun 1927, Bung Karno mengambil banyak pelajaran tentang
massa aksi-nya Tan Malaka. Kendati demikian, Bung Karno baru mulai banyak menulis
kata “massa aksi” di tahun 1929.
Ketika
Bung Karno ditangkap oleh penguasa kolonial di tahun 1929, salah satu
tuduhannya adalah Bung Karno menyiapkan sebuah massa aksi untuk menumbangkan
penguasa kolonial pada tahun 1930. Dan, menurut penyelidikan Belanda, massa
aksi yang siapkan Bung Karno itu mengacu famplet Massa Aksi-nya Tan
Malaka.
5.
Karl Kautsky
Karl
Kautsky adalah salah seorang ahli teori Internasionale Kedua (Sosialisme
Internasional) dan tokoh terkemuka Partai Sosial-Demokrat (SPD) Jerman.
Kautsky
cukup mempengaruhi Bung Karno, terutama saat menyusun pidato Indonesia
Menggugat. Di Indonesia Mengguat, ketika membedah imperialisme modern, Bung
Karno mengutip buku Karl Kautsky Sozialismus und Kolonialpolitik.
Menurut Kautsky, berbeda dengan imperialisme tua yang cenderung merampok barang
dan kekayaan alam dari negeri jajahan untuk dibawa ke negeri asal, imperialisme
modern justru menggunakan pendekatan politik yang lebih halus, seperti
memasukkan kapital, membangun pabrik, dan budaya.
Bung
Karno juga membaca buku Kautsky yang berjudul Der Weg zur Macht, yang
memberinya pemahaman tentang pentingnya teori dalam memajukan kesadaran klas
pekerja. Di buku itu juga, menurut Bung Karno, ia belajar pentingnya pengalaman
praksis dalam membentuk kesadaran klas pekerja, seperti memenangkan perjuangan
sosial-ekonomi, mengikuti pemilihan parlemen, dan lain-lain.
6.
Mahatma Gandhi
Mahatma
Gandhi adalah bapak pejuang pembebasan India dari kolonialisme Inggris. Metode
perjuangan Gandhi, yang mengutamakan metode non-kekerasan, menginspirasi banyak
orang.
Bung
Karno sendiri banyak dipengaruhi oleh Gandhi. Tak bisa dimungkiri, ajaran
nasionalisme Gandhi, yang menekankan perkawinan nasionalisme dunia ketiga dan
kemanusiaan, sangat mempengaruhi gagasan nasionalisme Bung Karno. Ia selalu
mensitir Gandhi: My Nationalism is Humanity.
Di
dalam kumpulan risalahnya, Di Bawah Bendera Revolusi, Bung Karno sangat
banyak mengambil pelajaran Gandhi. Ia memuju ketepatan strategi perjuangan
Gandhi, yakni satyagraha dan swadesi, dalam melawan imperialisme Inggris.
Menurut Bung Karno, strategi boikot yang dijalankan Gandhi sangat efektif untuk
menghantam imperialis Inggris, yang sangat membutuhkan pasar bagi produksi
industrinya.
Namun,
Bung Karno menegaskan, strategi Gandhi itu kurang relevan di Indonesia. Di
Indonesia, yang dihadapi adalah imperialisme Belanda yang terbelakang, yang
kepentingannya adalah menanamkan modal di sektor perkebunan. Dengan begitu,
strategi pemboikotan tidaklah efektif untuk memukul perusahaan-perusahaan
Belanda itu. Selain itu, Indonesia tidak punya industrialis yang diharapkan
memproduksi kebutuhan bangsa sendiri.
7.
Henriette Roland Holst
Henriette
Roland Holst adalah penyair dan sekaligus anggota Partai Komunis Belanda. Awalnya,
ia bergabung dengan Partai Buruh Sosial-Demokrat (SDAP). Oleh Herman Gorter,
seorang penyair dan aktivis sosialis, Henriette disarankan membaca Das
Capital karya Karl Marx. Ia membaca tuntas tiga volume karya Marx tersebut.
Sejak
itu, ia makin condong ke marxisme. Tahun 1900, Ia bertemu dengan sosialis
Jerman, Rosa Luxemburg. Keduanya bersahabat hingga akhir hayatnya. Di SDAP, ada
dua faksi yang bertarung, yakni sayap kanan (reformis) dan sayap kiri.
Henriette memilih sayap kiri.
Ia
bersimpati dengan revolusi Rusia 1917. Ia sering berdiskusi dengan Lenin,
Trotsky, dan tokoh-tokoh Bolshevik lainnya. Ia sempat mengungungi Soviet di
tahun 1921. Selain menghadiri kongres perempuan di Moskow, ia sempat bertemu
dengan penulis kenamaan Rusia, Maxim Gorky.
Henriette
sangat dikenal pejuang pergerakan di Indonesia, baik kaum sosialis, komunis,
maupun nasionalis. Pasalnya, Henriette adalah salah satu pendukung setia
perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia. Ia juga pengeritik pedas praktek
kolonialisme Belanda di Indonesia.
Tulisan-tulisannya
Heriette banyak dikutip pejuang Indonesia. Termasuk Bung Karno. Dalam pidato
pembelaannya, Indonesia Menggugat, Bung Karno beberapa kali mengutip Henriette,
terutama buku yang berjudul Kapitaal en Arbeid in Nederland.
Di
buku Sarinah, yang merupakan kumpulan kuliah Bung Karno di kursus wanita
di Jogjakarta, tahun 1947, Bung Karno juga banyak mengutip pendapat Henriette.
8.
Jean Jaures
Jean
Jaures adalah sosialis Perancis yang berpikiran radikal. Dia juga adalah
pendiri koran l’Humanité, yang kelak menjadi koran Partai Komunis
Perancis. Ia beberapa kali terpilih sebagai anggota parlemen Perancis. Namun,
tahun 1914, ia tewas dibunuh di sebuah warung kopi di Paris oleh seorang
ekstrim kanan.
Ketika
usia masih belasan tahun, di Surabaya, Bung Karno sudah mengenal Jean Jaures.
Ia menyebut Jean Jaures sebagai ahli pidato terbesar dalam sejarah Perancis.
Lalu, ketika mulai menulis di koran Fikiran Ra’jat dan Suluh
Indonesia Muda, Bung Karno mulai banyak mengutip pidato maupun karya-karya
Jaures.
Kritik
Jean Jaures terhadap demokrasi parlementer Perancis sangat mempengaruhi Bung
Karno. Tidak bisa dimungkiri, kritik-kritik Jaures menjadi titik tolak bagi
Bung Karno untuk mengembangkan pemikirannya mengenai demokrasi alternatif,
yakni sosio-demokrasi.
9.
Ernest Renan/Otto Bauer
Ernest
Renan adalah filsuf dan penulis kenamaan Perancis. Karya-karya sejarah dan
pemikiran politiknya banyak bersentuhan dengan soal nasionalisme dan identitas
nasional.
Pemikirannya
tentang asal usul bangsa sangat mempengaruhi banyak pemikir nasionalis. Tidak
terkecuali Bung Karno. Ketika bicara bangsa, Bung Karno banyak mengutip Renan.
Termasuk ketika Bung Karno menyampaikan pidatonya di hadapan BPUPKI, 1 Juni
1945, yang kelak dicatat sebagai hari lahirnya Pancasila.
Tokoh
lain yang mempengaruhi teori kebangsaan Bung Karno adalah Otto Bauer. Ia adalah
aktivis sosial-demokrat di Austria. Karyanya yang berjudul Social Democracy
and the Nationalities Question banyak mempengaruhi pemikiran soal bangsa.
Bagi
Renan, bangsa terbentuk karena adanya kehendak untuk hidup bersama (Le desir
d’etre ensemble). Sedangkan bagi Otto Bauer, bangsa terbangun karena adanya
persamaan watak atau karakater karena akumulasi persatuan pengalaman dan
kesamaan nasib (een karakter-gemeenschap dat geboren is uit een gemenschap
vanlotgevallen).
10.
Lenin
Lenin
adalah tokoh terkemuka marxis Rusia dan sekaligus tokoh terkemuka dalam
revolusi Rusia 1917. Menurut Aidit, Lenin cukup mengenal Indonesia. Sebelum
menulis karyanya Imperialisme, Tahap Tertinggi Kapitalisme, Lenin membacai
karya Multatuli yang terkenal, Max Havelaar.
Di
tahun 1913, Lenin malah menulis risalah berjudul Kebangkitan Asia, yang
menyinggung kebangkitan gerakan Sarekat Islam (SI) dan Indische Partij (IP) di
Hindia Belanda. “Perserikatan Nasional dari penduduk asli telah dibentuk di
Jawa. Ia telah memiliki keanggotaan sebesar 80.000 orang dan menggelar
rapat-rapat akbar. Tidak ada yang bisa menghentikan pertumbuhan gerakan
demokratik,” tulis Lenin.
Bung
Karno mengaku mengenal bacaan Lenin ketika masih muda. Bersamaan dengan ia
mengenal Marx dan Engels. “Aku berhadapan dengan Marx, Engels, dan Lenin dari
Rusia…,” kata Bung Karno dalam otobiografinya yang ditulis oleh penulis
Amerika, Cindy Adams.
Bung
Karno menyinggung Lenin dalam pidato 1 Juni 1945, yang menandai lahirnya
Pancasila. Untuk menyakinkan anggota BPUPKI, yang sebagian besar masih ragu
akan kesiapan Indonesia untuk merdeka, Bung Karno mengambil pelajaran Lenin
ketika membangun Uni Soviet. Ini kutipan Bung Karno di pidato 1 Juni 1945
(Pancasila): “Adakah Lenin ketika dia mendirikan negara Sovyet Rusia
Merdeka, telah mempunyai Djnepprprostoff, dan yang maha besar di sungai Djeppr?
Apa ia telah mempunya radio-station, yan menyundul ke angkasa? Apa ia telah
mempunyai kereta-kereta api cukup, untuk meliputi seluruh negara Rusia? Apakah
tiap-tiap orang Rusia pada waktu Lenin mendirikan Sovyet Rusia Merdeka telah
dapat membaca dan menulis? Tidak, tuan-tuan yang terhormat! Di seberang
jembatan emas yang diadakan oleh Lenin itulah, Lenin baru mengadakan
radio-station, baru mengadakan sekolahan, baru mengadakan Greche, baru
mengadakan Djnepprprostoff!”
Di
buku Sarinah, Bung Karno banyak mengutip pendapat Lenin mengenai peranan
gerakan perempuan dalam Revolusi Rusia. “Jikalau tidak dengan mereka
(perempuan), maka kemenangan tidak mungkin kita capai..,” kata Bung Karno
mengutip Lenin.
Gagasan
Bung Karno mengenai partai pelopor, sebagaiman diuraikan di risalah Mencapai
Indonesia Merdeka, sedikit-banyaknya dipengaruhi Lenin. Menurut Bung Karno,
tugas partai pelopor adalah mencerahkan massa yang belum sadar (onbewust)
menjadi sadar (bewust). Bung Karno juga menekankan bahwa partai pelopor ini
hanyalah eksponen termaju dari kelas tertindas. Selain itu, kata Bung Karno,
partai pelopor harus mengadopsi prinsip sentralisme demokrasi. Partai pelopor
juga harus memiliki disiplin baja.
Hanya
saja memang, patut diketahui, Bung Karno memang kelihatan menciptakan jarak
dengan komunisme. Ia lebih menyebut dirinya sebagai marxis, bukan komunis.
Selain itu, Bung Karno tidak pernah mengadopsi istilah kediktatoran proletar ke
dalam pemikirannya.
Di
hadapan peserta rapat Front Nasional di Istora Senayan, Februari 1966, Bung
Karno menyebut dirinya sebagai murid para pemimpin penggerak massa, termasuk
Lenin.
……
Sebetulnya,
ada beberapa tokoh lain yang sering dikutip Bung Karno dalam karya-karyanya,
seperti Sun Yat Sen, Kemal Attaturk, Rudolf Hilferding (ekonom Austria), dan
lain-lain.
Daptar pustaka
Sumber Artikel: http://www.berdikarionline.com/bung-karnoisme/20130929/10-tokoh-yang-mempengaruhi-pemikiran-bung-karno.html#ixzz3CSGfTaH6
Sumber Artikel: http://www.berdikarionline.com/bung-karnoisme/20130929/10-tokoh-yang-mempengaruhi-pemikiran-bung-karno.html#ixzz3CSGfTaH6
x780g5ledhi780 realistic vibrators,dildos,horse dildo,Panty Vibrators,double dildos,real dolls,silicone sex doll,penis pumps,horse dildo n412a3dpvjj473
BalasHapus