Senin, 27 Oktober 2014

10 Tokoh Yang Mempengaruhi Pemikiran Bung Karno


10 Tokoh Yang Mempengaruhi Pemikiran Bung Karno
Tidak bisa dimungkiri, ketika berusaha mengembangkan pemikirannya, Bung Karno banyak menyerap pemikiran tokoh-tokoh lain.
Kendati demikian, ia selalu mengambil bagian-bagian yang dianggapnya relevan dalam penganut eklektisisme.
Berikut ini adalah 10 tokoh yang cukup banyak mempengaruhi pemikiran Bung Karno.
 1. Karl Marx
Dalam usia belasan tahun, saat mondok di rumah HOS Tjokroaminoto di Surabaya, ia sudah mengenal Karl Marx. Selain itu, di rumah itu juga ia berkenalan dengan Alimin dan Musso, yang memperkenalkan pada dirinya ajaran marxisme.
Pengaruh Marx terhadap Bung Karno sangat besar. Di tahun 1933, Bung Karno menulis artikel di Fikiran Ra’jat berjudul Memperingati 50 Tahun Wafatnya Karl Marx. Di situ ia mengapresiasi kontribusi teoritik Marx dalam perjuangan klas pekerja dan kaum terhisap. Bahkan, menurut Bung Karno, perkawinan antara marxisme dan nasionalisme di dunia timur telah melahirkan nasionalisme yang baru.
Lalu, dalam artikel Menjadi Pembantu Pemandangan: Bung Karno, oleh…Bung Karno sendiri, yang dimuat di majalah Pemandangan, tahun 1941, Bung Karno mendaulat marxisme sebagai teori yang paling kompeten dalam memecahkan soal-soal sejarah, politik, dan sosial-kemasyarakatan. Tak hanya itu, Bung Karno juga mengakui, bahwa berkat pengaruh marxisme dalam dirinya, ia menjadi seorang nasionalis yang sangat anti-fasisme.
2. Pieter Jelles Troelstra
Pieter Jelles Troelstra adalah seorang tokoh sosialis dan gerakan buruh di Belanda. Di tahun 1894, ia mendirikan Partai Pekerja Sosial Demokrat (SDAP). Troelstra dikenal sebagai salah seorang pejuang hak pilih univerasal di Belanda. Di tahun 1918, karena terinspirasi oleh revolusi Rusia, Troelstra juga melancarkan revolusi yang gagal.
Bung Karno banyak melahap pidato dan buku-buku karya Troelstra, seperti Gedenkschriften (memoir yang terdiri dari empat volume) dan De Sociaal-Democratie na de oorlog (1921). Ia juga membaca terbitan-terbitan SDAP.
Dalam pidato Indonesia Menggugat, Bung Karno banyak mengutip pemikiran Troelstra. Misalnya, Troelstra menganjurkan agar kaum buruh tidak membatasi perjuangannya di dalam parlemen, tetapi juga aksi-aksi langsung dari serikat pekerja.
Saat memberi amanat di hadapan Panca Tunggal seluruh Indonesia, di Istana Negara, September 1966, Bung Karno mengutip Troelstra, bahwa bila ingin menumbangkan kapitalisme, untuk mencapai sosialisme, kita harus mengadakan massa aksi, menggerakkan kaum buruh untuk menentang dan berjuang sehebat-hebatnya.
Dari Troelstra juga Bung Karno belajar soal imperialisme. Bagi Troelstra, imperialisme berasal dari kapital besar, yang sebagian besar dikuasai oleh bank-bank, yang mencari jalan keluar ke dunia ketiga guna mendapatkan outlet baru bagi penanaman modal dan tenaga kerja murah.
3. HOS Tjokroaminoto
Pada tahun 1916, Bung Karno berangkat untuk bersekolah di Surabaya dan tinggal di rumah HOS Tjokroaminoto. Saat itu, Tjokro sudah menjadi ketua Sarekat Islam (SI). Di rumah Tjokro-lah Bung Karno banyak menimba ilmu tentang politik. “Aku menghirup lebih banyak lagi persoalan politik di rumah pak Tjokro, dapur daripada nasionalisme,” kata Bung Karno.
Bung Karno sendiri menyebut Tjokro sebagai gurunya. “Secara sadar atau tidak sadar ia menggemblengku. Aku duduk dekat kakinya dan diberikannya kepadaku buku-bukunya,” kata Bung Karno dalam otobiografinya yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Pada jamannya, Tjokro dikenal sebagai ahli pidato. Seringkali saat Tjokro menghadiri pertemuan atau rapat umum SI, Bung Karno-lah yang menemaninya. Tak jarang, kalau Tjokro berhalangan, maka Bung Karno yang jadi penggantinya.
4. Tan Malaka
Di bulan September 1945, Bung Karno bertemu dengan Tan Malaka di rumah DR Soeharto, dokter pribadi Bung Karno. Ini merupakan pertemuan resmi pertama diantara keduanya.
Dalam pertemuan itu, Bung Karno bertanya tentang buku Massa Aksi karya Tan Malaka. Buku Massa Aksi, yang ditulis oleh Tan Malaka di Singapura, tahun 1926, memang sangat mempengaruhi Bung Karno.
Ketika membangun PNI di tahun 1927, Bung Karno mengambil banyak pelajaran tentang massa aksi-nya Tan Malaka. Kendati demikian, Bung Karno baru mulai banyak menulis kata “massa aksi” di tahun 1929.
Ketika Bung Karno ditangkap oleh penguasa kolonial di tahun 1929, salah satu tuduhannya adalah Bung Karno menyiapkan sebuah massa aksi untuk menumbangkan penguasa kolonial pada tahun 1930. Dan, menurut penyelidikan Belanda, massa aksi yang siapkan Bung Karno itu mengacu famplet Massa Aksi-nya Tan Malaka.
5. Karl Kautsky
Karl Kautsky adalah salah seorang ahli teori Internasionale Kedua (Sosialisme Internasional) dan tokoh terkemuka Partai Sosial-Demokrat (SPD) Jerman.
Kautsky cukup mempengaruhi Bung Karno, terutama saat menyusun pidato Indonesia Menggugat. Di Indonesia Mengguat, ketika membedah imperialisme modern, Bung Karno mengutip buku Karl Kautsky Sozialismus und Kolonialpolitik. Menurut Kautsky, berbeda dengan imperialisme tua yang cenderung merampok barang dan kekayaan alam dari negeri jajahan untuk dibawa ke negeri asal, imperialisme modern justru menggunakan pendekatan politik yang lebih halus, seperti memasukkan kapital, membangun pabrik, dan budaya.
Bung Karno juga membaca buku Kautsky yang berjudul Der Weg zur Macht, yang memberinya pemahaman tentang pentingnya teori dalam memajukan kesadaran klas pekerja. Di buku itu juga, menurut Bung Karno, ia belajar pentingnya pengalaman praksis dalam membentuk kesadaran klas pekerja, seperti memenangkan perjuangan sosial-ekonomi, mengikuti pemilihan parlemen, dan lain-lain.
6. Mahatma Gandhi
Mahatma Gandhi adalah bapak pejuang pembebasan India dari kolonialisme Inggris. Metode perjuangan Gandhi, yang mengutamakan metode non-kekerasan, menginspirasi banyak orang.
Bung Karno sendiri banyak dipengaruhi oleh Gandhi. Tak bisa dimungkiri, ajaran nasionalisme Gandhi, yang menekankan perkawinan nasionalisme dunia ketiga dan kemanusiaan, sangat mempengaruhi gagasan nasionalisme Bung Karno. Ia selalu mensitir Gandhi: My Nationalism is Humanity.
Di dalam kumpulan risalahnya, Di Bawah Bendera Revolusi, Bung Karno sangat banyak mengambil pelajaran Gandhi. Ia memuju ketepatan strategi perjuangan Gandhi, yakni satyagraha dan swadesi, dalam melawan imperialisme Inggris. Menurut Bung Karno, strategi boikot yang dijalankan Gandhi sangat efektif untuk menghantam imperialis Inggris, yang sangat membutuhkan pasar bagi produksi industrinya.
Namun, Bung Karno menegaskan, strategi Gandhi itu kurang relevan di Indonesia. Di Indonesia, yang dihadapi adalah imperialisme Belanda yang terbelakang, yang kepentingannya adalah menanamkan modal di sektor perkebunan. Dengan begitu, strategi pemboikotan tidaklah efektif untuk memukul perusahaan-perusahaan Belanda itu. Selain itu, Indonesia tidak punya industrialis yang diharapkan memproduksi kebutuhan bangsa sendiri.
7. Henriette Roland Holst
Henriette Roland Holst adalah penyair dan sekaligus anggota Partai Komunis Belanda. Awalnya, ia bergabung dengan Partai Buruh Sosial-Demokrat (SDAP). Oleh Herman Gorter, seorang penyair dan aktivis sosialis, Henriette disarankan membaca Das Capital karya Karl Marx. Ia membaca tuntas tiga volume karya Marx tersebut.
Sejak itu, ia makin condong ke marxisme. Tahun 1900, Ia bertemu dengan sosialis Jerman, Rosa Luxemburg. Keduanya bersahabat hingga akhir hayatnya. Di SDAP, ada dua faksi yang bertarung, yakni sayap kanan (reformis) dan sayap kiri. Henriette memilih sayap kiri.
Ia bersimpati dengan revolusi Rusia 1917. Ia sering berdiskusi dengan Lenin, Trotsky, dan tokoh-tokoh Bolshevik lainnya. Ia sempat mengungungi Soviet di tahun 1921. Selain menghadiri kongres perempuan di Moskow, ia sempat bertemu dengan penulis kenamaan Rusia, Maxim Gorky.
Henriette sangat dikenal pejuang pergerakan di Indonesia, baik kaum sosialis, komunis, maupun nasionalis. Pasalnya, Henriette adalah salah satu pendukung setia perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia. Ia juga pengeritik pedas praktek kolonialisme Belanda di Indonesia.
Tulisan-tulisannya Heriette banyak dikutip pejuang Indonesia. Termasuk Bung Karno. Dalam pidato pembelaannya, Indonesia Menggugat, Bung Karno beberapa kali mengutip Henriette, terutama buku yang berjudul Kapitaal en Arbeid in Nederland.
Di buku Sarinah, yang merupakan kumpulan kuliah Bung Karno di kursus wanita di Jogjakarta, tahun 1947, Bung Karno juga banyak mengutip pendapat Henriette.
8. Jean Jaures
Jean Jaures adalah sosialis Perancis yang berpikiran radikal. Dia juga adalah pendiri koran l’Humanité, yang kelak menjadi koran Partai Komunis Perancis. Ia beberapa kali terpilih sebagai anggota parlemen Perancis. Namun, tahun 1914, ia tewas dibunuh di sebuah warung kopi di Paris oleh seorang ekstrim kanan.
Ketika usia masih belasan tahun, di Surabaya, Bung Karno sudah mengenal Jean Jaures. Ia menyebut Jean Jaures sebagai ahli pidato terbesar dalam sejarah Perancis. Lalu, ketika mulai menulis di koran Fikiran Ra’jat dan Suluh Indonesia Muda, Bung Karno mulai banyak mengutip pidato maupun karya-karya Jaures.
Kritik Jean Jaures terhadap demokrasi parlementer Perancis sangat mempengaruhi Bung Karno. Tidak bisa dimungkiri, kritik-kritik Jaures menjadi titik tolak bagi Bung Karno untuk mengembangkan pemikirannya mengenai demokrasi alternatif, yakni sosio-demokrasi.
9. Ernest Renan/Otto Bauer

Ernest Renan adalah filsuf dan penulis kenamaan Perancis. Karya-karya sejarah dan pemikiran politiknya banyak bersentuhan dengan soal nasionalisme dan identitas nasional.
Pemikirannya tentang asal usul bangsa sangat mempengaruhi banyak pemikir nasionalis. Tidak terkecuali Bung Karno. Ketika bicara bangsa, Bung Karno banyak mengutip Renan. Termasuk ketika Bung Karno menyampaikan pidatonya di hadapan BPUPKI, 1 Juni 1945, yang kelak dicatat sebagai hari lahirnya Pancasila.
Tokoh lain yang mempengaruhi teori kebangsaan Bung Karno adalah Otto Bauer. Ia adalah aktivis sosial-demokrat di Austria. Karyanya yang berjudul Social Democracy and the Nationalities Question banyak mempengaruhi pemikiran soal bangsa.
Bagi Renan, bangsa terbentuk karena adanya kehendak untuk hidup bersama (Le desir d’etre ensemble). Sedangkan bagi Otto Bauer, bangsa terbangun karena adanya persamaan watak atau karakater karena akumulasi persatuan pengalaman dan kesamaan nasib (een karakter-gemeenschap dat geboren is uit een gemenschap vanlotgevallen).
10. Lenin
Lenin adalah tokoh terkemuka marxis Rusia dan sekaligus tokoh terkemuka dalam revolusi Rusia 1917. Menurut Aidit, Lenin cukup mengenal Indonesia. Sebelum menulis karyanya Imperialisme, Tahap Tertinggi Kapitalisme, Lenin membacai karya Multatuli yang terkenal, Max Havelaar.
Di tahun 1913, Lenin malah menulis risalah berjudul Kebangkitan Asia, yang menyinggung kebangkitan gerakan Sarekat Islam (SI) dan Indische Partij (IP) di Hindia Belanda. “Perserikatan Nasional dari penduduk asli telah dibentuk di Jawa. Ia telah memiliki keanggotaan sebesar 80.000 orang dan menggelar rapat-rapat akbar. Tidak ada yang bisa menghentikan pertumbuhan gerakan demokratik,” tulis Lenin.
Bung Karno mengaku mengenal bacaan Lenin ketika masih muda. Bersamaan dengan ia mengenal Marx dan Engels. “Aku berhadapan dengan Marx, Engels, dan Lenin dari Rusia…,” kata Bung Karno dalam  otobiografinya yang ditulis oleh penulis Amerika, Cindy Adams.
Bung Karno menyinggung Lenin dalam pidato 1 Juni 1945, yang menandai lahirnya Pancasila. Untuk menyakinkan anggota BPUPKI, yang sebagian besar masih ragu akan kesiapan Indonesia untuk merdeka, Bung Karno mengambil pelajaran Lenin ketika membangun Uni Soviet. Ini kutipan Bung Karno di pidato 1 Juni 1945 (Pancasila): “Adakah Lenin ketika dia mendirikan negara Sovyet Rusia Merdeka, telah mempunyai Djnepprprostoff, dan yang maha besar di sungai Djeppr? Apa ia telah mempunya radio-station, yan menyundul ke angkasa? Apa ia telah mempunyai kereta-kereta api cukup, untuk meliputi seluruh negara Rusia? Apakah tiap-tiap orang Rusia pada waktu Lenin mendirikan Sovyet Rusia Merdeka telah dapat membaca dan menulis? Tidak, tuan-tuan yang terhormat! Di seberang jembatan emas yang diadakan oleh Lenin itulah, Lenin baru mengadakan radio-station, baru mengadakan sekolahan, baru mengadakan Greche, baru mengadakan Djnepprprostoff!
Di buku Sarinah, Bung Karno banyak mengutip pendapat Lenin mengenai peranan gerakan perempuan dalam Revolusi Rusia. “Jikalau tidak dengan mereka (perempuan), maka kemenangan tidak mungkin kita capai..,” kata Bung Karno mengutip Lenin.
Gagasan Bung Karno mengenai partai pelopor, sebagaiman diuraikan di risalah Mencapai Indonesia Merdeka, sedikit-banyaknya dipengaruhi Lenin. Menurut Bung Karno, tugas partai pelopor adalah mencerahkan massa yang belum sadar (onbewust) menjadi sadar (bewust). Bung Karno juga menekankan bahwa partai pelopor ini hanyalah eksponen termaju dari kelas tertindas. Selain itu, kata Bung Karno, partai pelopor harus mengadopsi prinsip sentralisme demokrasi. Partai pelopor juga harus memiliki disiplin baja.
Hanya saja memang, patut diketahui, Bung Karno memang kelihatan menciptakan jarak dengan komunisme. Ia lebih menyebut dirinya sebagai marxis, bukan komunis. Selain itu, Bung Karno tidak pernah mengadopsi istilah kediktatoran proletar ke dalam pemikirannya.
Di hadapan peserta rapat Front Nasional di Istora Senayan, Februari 1966, Bung Karno menyebut dirinya sebagai murid para pemimpin penggerak massa, termasuk Lenin.
……
Sebetulnya, ada beberapa tokoh lain yang sering dikutip Bung Karno dalam karya-karyanya, seperti Sun Yat Sen, Kemal Attaturk, Rudolf Hilferding (ekonom Austria), dan lain-lain.


1 komentar: